Makalah Teori Belajar Piaget


TEORI BELAJAR PIAGET, METODE RESTIUSI
DAN PENERAPANNYA DALAM PEMBELAJARAN FISIKA

  A.     PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang
Konsep dasar psikologi  yang menjadi jantungnya proses pembelajaran adalah belajar atau “learning”. Winataputra mengintisarikan ciri pokok konsep belajar menurut Fontan (1981:147) sebagai proses perubahan perilaku individu yang relatif tetap sebagai  hasil dari pengalaman. Sedangkan konsep pembelajaran merujuk pada upaya penataan lingkungan (fisik, sosial, kultural, dan psikologis atau spiritual) yang memberi suasana bagi tumbuh dan berkembangnya proses belajar. Jadi, jika dilihat dari individu yang belajar  proses belajar bersifat internal dan unik, sedang proses pembelajaran bersifat eksternal  (datang dari luar diri) yang sengaja dirancang dan karena itu bersifat rekayasa atau ”engeneering”.
Belajar merupakan suatu proses internal dan unik, yang dialami oleh setiap individu. Setiap individu memiliki pengalaman yang berbeda dalam prose belajar yang dialaminya. Karenannya, proses belajar tidak dapat diwakili, tetapi harus dialami langsung oleh individu yang bersangkutan.


Karena pentingnya pendidikan IPA diberikan di sekolah, perlu dipahami bahwa untuk menyajikannya harus diperharikan usia dari anak didik,perkembangan mentalnya agar dengan mudah kita menetapkan kegiatan apa yang akan diberikan agar prinsip-prinsip IPA dapat dimengerti anak dengan serta merta berubah tingkah lakunya  akibat proses belajar.
Untuk itu perlu dipelajari teori-teori belajar dan penerapannya untuk pendidikan/pengajaran IPA serta penerapannya juga, juga dapat menjelaskan aliran perkembangan mental dan aliran tingkah laku dalam pengajaran IPA

2.      Rumusan Masalah
3.      Tujuan
  B.     PEMBAHASAN
1.      Teori Belajar Piaget
Menurut Piaget, dasar dari belajar adalah aktivitas anak bila ia berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan anak merupakan suatu proses sosial. Anak tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Aktivitas mental anak terorganisasi dalam suatu struktur kegiatan mental yang disebut ”skema” atau pola tingkah laku.
Dalam perkembangan intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu struktur, isi dan fungsi.
a.       Aspek struktur
Ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental dan perkembangan berfikir logis anak-anak. Tindakan tindakan menuju pada perkembangan operasi-operasi, dan selanjutnya menuju pada perkembangan struktur-struktur. Struktur ynag juga di sebut skemata atau juga biasa disebut dengan konsep, merupankan organisasi mental tingkat tinggi. Struktur intelektual terbentuk pada individu waktu ia perlu interaksi dengan lingkungannya. Strktur yang terbentuk lebih memudahkan individu menghadapi tuntutan yang makin meningkat dari linkungannya. Dengan  diperolehnya suatu sekemata berarti teklah terjadi suatu perubahan dalam perkembangan intlektual anak.
b.      Aspek isi
Yang  dimaksud isi disini ialah pola prilaku anak khas yng tercermin pada respon yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang di hadapinya. Perhatian piaget tertuju pada isi pikiran anak, misalnya perubahan anak dalam kemampuan penalaran semenjak kecil hingga besar, konsepsi anak tentang alam sekitarnya yaitu pohon-pohon, Matahari, bulan dan konsepsi anak tentang beberapa peristiwa alam seperti bergeraknya awan dan sungai. Kemudian perhatian di tujukan lebih dalam lagi yaitu analisis proses-proses yang melandasi dan menentukan isi pikiran anak itu.
c.       Aspek fungsi
Fungsi adalah cara yang di gunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektual. Perkembangan intelektual didasrkan pada 2 fungsi yaitu organisasi dan adaptasi. Organisasi memberikan organisme kemampuan untuk mensistimatikkan atau mengorganisasikan proses-proses fisik atau proses-proses psikologis menjadi sistem yag teratur dan berhubungan. Dengan organisasi, struktur fisik dan struktur psikologis diintegrasikan menjadi struktur tingkat tinggi. Fungsi ke dua yang melandasi perkembangan intelektual adalah adaptasi. Semua organisme lahir dengan kecendrungan untuk menyesuaikan diri atau beradaptsi pada lingkungan. Cara adaptasi ini berbaeda antar organisme yang satu dengan organisme yang lainnya. Adaptasi terhadap lingkungan di lakukan melalui dua peroses yaitu asimilasi dan akomodasi. Dalam proses asimilasi seseorang menggunakan stuktur atau kemampuan yang sudah ada untuk menanggapi masalah yang di hadapi dalam lingkungannya. Dalam proses akomodasi seseorang memrlukan modifikasi struktur mental yang ada dalam mengadakan respon terhadap tantangan lingkungan
Asimilasi adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skema melainkan perkembangan skema. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi. Dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skema yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidakseimbangan (disequilibrium). Akibat ketidakseimbangan itu maka terjadilah akomodasi dan struktur kognitif yang ada akan mengalami perubahan atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidakseimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium). Tetapi bila terjadi kesetimbangan maka individu akan berada pada tingkat yang lebih tinggi daripada sebelumnya (equilibrasi).
Faktor-faktor yang menunjang perkembangan intelektual
a.       Kedewasaan
Perkembangan sistem sraf sentral otak koordinasi motorik dan manifestsi fisik lainnya mempengaruhi perkembangan kognitif.
b.      Pengalaman  fisik
Intraksi dengan linkungan fisik digunakan anak untuk mengabstrak berbagai sifat fisik dar benda-benda. Sebagai contoh bila anak menempatkan benda di air dan menemukan benda tersebut terapung dalam air, maka ia sudah terlibat dalam peroses abstrak sederhana atau empiris.
c.       Pengalaman logika/matematik
Bila anak mengamati benda-benda, selain pengalaman fisik ada pula pengelaman lain yang di alami anak itu, yaitu waktu ia membangun mengkonstruksi hubungan-hubungan antar objek-objek. Contoh; anak yang sederhana menghitung beberapa kelereng yang di milikinya dan ia menemuka 10 konsep. Konsep 10 bukannya suatu sifat dari kelereng-kekerng itu malainkan suatu konstruksi dai pikiran anak itu.
d.      Transmisi sosial
Pengetahuan yang dipeoleh dari penglamam fisik di abstraksi dari benda-benda fisik. Dalam hal ini, pengetahuan itu datang dari orang lain. Pengaruh bahasa intruksi formal dan membaca begitu pula intralsi denga teman-teman dan orang dewasa termasuk faktor transmisi sosial dan memegang peranan dalam perkembangan intelektual anak.
e.       Ekuilibrasi atau pengaturan sendiri
Kemampuan untuk mencapai kembali kesetimbangan selam periode ketidakseimbangan.
Piaget mengasumsikan bahwa perkembangan intelektual anak melewati empat urutan perkembangan. Urutan tahap-tahap ini tetap bagi setiap orang, akan tetapi urutan perkembangan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda pada setiap anak. Keempat tahap yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.       Tahap sensorimotor : umur 0-2 tahun.
Pada tahap sensorimotor, intelegensi anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau dan lain-lain.
b.      Tahap Pra operasional : umur 2-7 tahun.
Tahap pra operasional ini dapat dibedakan atas dua bagian. Pertama, tahap pra konseptual (2-4 tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar dan permainan khayalan.
Kedua, tahap intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini representasi suatu objek didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, tidak kepada penalaran.
c.       Tahap operasi kongkret : umur 7-11/12 tahun.
Tahap operasi konkret (concrete operations) dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah memperkembangkan operasi-oprasi logis. Operasi itu bersifat reversible, artinya dapat dimengerti dalam dua arah, yaitu suatu pemikiran yang dapat dikemblikan kepada awalnya lagi. Tahap opersi konkret dapat ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret.
d.      Tahap operasi formal: umur 11/12 ke atas.
Tahap operasi formal (formal operations) merupakan tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget. Pada  tahap ini, seorang remaja sudah dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan proposisi-proposisi dan hipotesis, dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat itu. Cara berpikir yang abstrak mulai dimengerti.
Sifat pokok tahap operasi formal adalah pemikiran deduktif hipotesis, induktif saintifik, dan abstrak reflektif.
 No.
Tahapan
Karakteristik
1.
Sensori motorik
(0-2 tahun)
a)      Melakukan gerak refleks; memegang, mengisap,menangis
b)      Bermain, meniru (imitasi)
c)      Sifat permanen objek
d)      Non verbal
2.
Pra-operasional
(2-7 tahun)
a)      Perkembangan bahasa sangat pesat
b)      Bersifat egosentris
c)      Berpikir irreversibel (tdk dpt diubah)
d)      Cenderung berpikir memusat
3.
Operasional konkret
(7-11 tahun)
a)      Berpikir  reversibel
b)      Mampu mengklasifikasi
c)      Mampu melakukan operasi: +, -, x, :
d)      Memahami prinsip konservasi: jumlah, volume, luas, berat, dan sebagainya
4.
Operasional formal
(11 tahun---→)
a)      Mampu m’berikn alasan yg proporsional & m’kombinasikn beberapa alasan
b)      Mampu m’identifikasi&m’kendalikn variabel
c)      Mampu m’berikn alasan yg bersifat deduktif-hipotetik
d)      Mampu berpikir reflektif

2.      Metode Restitasi

Ada beberapa pengertian metode resitasi atau definisi yang dikemukakan oleh para ahli antara lain sebagai berikut:
1.      Menurut Nana Sudjana:
Tugas atau resitasi tidak sama dengan pelajaran rumah tetapi jauh lebih luas dari itu. Tugas dapat merangsang anak untuk lebih aktif belajar baik secara individual maupun kelompok.
2.      Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Azwan Zain:
Metode Penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Masalah tugas yang diberikan siswa dapat dilakukan di kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustakaan, di bengkel, di rumah siswa atau dimana saja asal tugas itu dapat dikerjakan.
3.      Menurut Mulyani dan Johan Permana. H:
Metode pemberian tugas atau penugasan diartikan sebagai suatu cara interaksi belajar mengajar yang ditandai dengan adanya tugas dari guru yang dikerjakan peserta didik di sekolah ataupun di rumah secara perorangan atau kelompok.
Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan metode resitasi atau penugasan adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar, yang mana kegiatan itu dapat dilakukan di dalam kelas, di halaman sekolah, di laboratorium, di perpustakaan, dirumah ataupun dimana saja asal tugas itu dapat di selasaikan. Metode pemberian tugas adalah suatu cara dari guru dalam proses belajar mengajar untuk mengaktifkan siswa dalam belajar baik di sekolah maupun di rumah dan untuk dipertanggung jawabkan kepada guru.
Metode resitasi biasanya diberikan atau digunakan oleh guru dengan tujuan agar siswa itu memiliki hasil belajar yang lebih mantap, dan untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, karena siswa melaksanakan latihan-latihan selama melaksanakan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi. Dan dengan metode ini diharapkan siswa dapat belajar bebas tapi bertanggung jawab, dan murid-murid akan berpengalaman, dan bisa mengetahui berbagai kesulitan. Dengan metode ini siswa mendapatkan kesempatan untuk saling membandingkan dengan hasil sisa yang lain, menarik anak didik agar belajar lebih baik, punya tanggung jawab dan berdiri sendiri.
Metode resitasi ini juga digunakan atau di berikan untuk merangsang anak agar anak tekun, rajin, dan giat belajar, sehingga pada pada saat kegiatan belajar mengajar mereka sudah siap.Selain itu metode ini diberikan karena dirasa bahan pelajaran terlalu banyak sementara waktu sedikit, dalam artian bahan banyak tapi waktu kurang seimbang.Agar bahan yang diberikan dapat sesui dengan waktu yang ada maka metode ini bisa diberikan. Metode resitasi (tugas) dapat berupa antara lain:
a.       Menyusun karya tulis
b.      Menyusun laporan mengenai bahan bacaan atau menyusun berita
c.       Menjawab pertanyaan yang ada dalam buku
d.      Tugas lain yang dapat menujang keberhasilan siswa, dll
Pemberian tugas atau resitasi dapat diberikan diawal pelajaran ataupun diakhir pelajaran, baik itu secara individu atau secara kelompok, di dalam kelas atau di luar kelas.
Selain beberapa poin diatas yang harus diperhatikan oleh guru yaitu setiap pemberian tugas diharapkan agar mengecek tugas yang diberikan, sudah dikerjakan atau belum, kemudian dievaluasikan untuk memotivasi siswa dan untuk mengetahui hasil kerja siswa. Dengan demikian dapat bertanggung jawab terhadap tugasnya, selain itu siswa dapat lebih termotivasi untuk mempelajari materi yang akan disampaikan,  sehingga ketika menerima pelajaran sudah siap, dan kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dan sesuai dengan apa yang diinginkan.
Kelebihan Metode Resitasi
Ada beberapa kelebihan metode resitasi menurut para ahli antara lain:
a.    Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain kelebihannya:
1)   Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktifitas belajar individual ataupun kelompok.
2)   Dapat mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru.
3)   Dalam membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
4)   Dapat mengembangkan kreatifitas siswa.
b.    Menurut Mulyani:
1)   Metode pemberian tugas dapat membuat siswa aktif belajar.
2)   Tugas lebih merangsang siswa untuk lebih banyak, baik waktu dikelas maupun diluar kelas atau dengan lain, baik siswa dekat dengan guru maupun jauh dengan guru.
3)   Metode ini dapat mengembangkan kemandirian siswa yang diperlukan dalam kehidupannya.
4)   Tugas lebih meyakinkan tentang apa yang akan dipelajari dari guru, lebih memperdalam, memperkaya, atau memperluas pandangan tentang apa yang dipelajari.
5)   Tugas dapat membina kebiasaan siswa untuk mencari dan mengelola sendiri informasi dan komunikasi.
6)   Metode ini dapat membuat siswa bergairah dalam belajar karena kegiatan-kegiatan belajar dapat dilakukan dengan berbagai variasi sehingga tidak membosankan.
7)   Metode ini dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa.
8)   Metode ini dapat mengembangkan kreatifitas siswa.
Kekurangan Metode Resitasi
Ada beberapa kekurangan metode Resitasi antara lain :
a.    Siswa sulit dikontrol, apakah benar dia yang mengerjakan tugas ataukah orang lain.
b.    Khusus untuk tugas kelompok, tidak jarang yang aktif mengerjakan dan menyelesaikannya adalah anggota tertentu saja, sedangkan anggota lainnya tidak berpartisipasi dengan baik.
c.    Tidak mudah memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu siswa.
d.   Sering memberikan tugas yang menonton (tak bervariasi) dapat menimbulkan kebosanan siswa.
e.    Seringkali anak didik melakukan penipuan dimana anak didik hanya menitu hasil pekerjaan orang lain tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri.
f.     Terkadang tugas itu dikerjakan orang lain tanpa pengawasan.
Dari pengertian diatas tampak bahwa pelaksanaan metode ini banyak menuntut hakekat siswa sebab anak selalu dituntut oleh guru untuk belajar sendiri baik itu untuk materi yang sudah diterangkan ataupun yang belum diterangkan.
Ada langkah-langkah yang harus diikuti dalam penggunaan metode pembelajaran tugas antara lain :
1.      Fase Pemberian Tugas
Tugas yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan :
a.    Tujuan yang akan dicapai
b.    Jenis tugas jelas dan tepat sehingga anak mengerti apa yang ditugaskan tersebut
c.    Sesuai dengan kemampuan siswa
d.   Ada petunjuk atau sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa
e.    Sediakan waktu yang cukup untuk mengerjakan tugas tersebut.
Dalam fase ini tugas yang diberikan kepada setiap anak didik harus jelas dan petunjuk-petunjuk yang diberikan harus terarah.
2.      Langkah Pelaksanaan Tugas
a.    Diberikan bimbingan atau pengawasan oleh guru
b.    Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja
c.    Diusahakan atau dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain
d.   Dianjurkan agar siswa mencatat hasil-hasil yang dia peroleh dengan baik dan sistematik
Dalam fase ini anak didik belajar (melaksanakan tugas) sesuai tujuan dan petunjuk-petunjuk guru.
3.      Fase Mempertanggungjawabkan Tugas
a.    Laporan siswa baik lisan atau tertulis dari apa yang telah dikerjakannya
b.    Ada tanya jawab diskusi kelas
c.    Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun non tes atau cara lainnya
Dalam fase ini anak didik mempertanggungjawabkan hasil belajarnya baik berbentuk laporan lisan maupun tertulis. 
Karena tugas yang dikerjakan pada akhirnya akan dipertanggung jawabkan maka siswa akan terdorong untuk mengerjakan secara sungguh-sungguh. Dengan metode ini sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu lebih mendalam.
Pelaksanaan Metode Resitasi
Tugas dapat dilaksanakan dalam berbagai kegiatan belajar baik perorangan atau kelompok. Adapun pelaksaan yang ditempuh dalam metode ini antara lain:
1.      Pendahuluan:
Pada langkah ini perlu mempersiapkan mental murid untuk menerima tugas yang akan diberikan kepada mereka pada pelajaran inti, Untuk itu perlu memberikan kejelasan tentang suatu bahan pelajaran yang dilaksanakan dengan metode ini, diberikan contoh-contoh yang serupa dengan tugas jika keterangan telah cukup.
2.      Pelajaran inti:
Guru memberikan tugas, murid melaporkan hasil kerja mereka sementara guru mengadakan koreksi terhadap tugas-tugas tersebut, dan bila ditemukan kesalahan maka perlu diadakan diskusi.
3.      Penutup:
Pada langkah ini murid bersama guru mengecek kebenaran sementara murid disuruh mengulangi tugas itu kembali.

4.      Penerapan dalam Pembelajaran Fisika
            Menurut Wospakrik, Fisika sebagai salah satu cabang IPA yang pada dasarnya bertujuan untuk mempelajari dan menganalisis pemahaman kuantitatif gejala atau proses alam dan sifat zat serta penerapannya. Pendapat tersebut diperkuat oleh pernyataan bahwa fisika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari bagian-bagian dari alam dan interaksi yang ada di dalamnya.
Penerapan model belajar konstruktivis dari Piaget menyatakan bahwa siswa yang aktif menciptakan struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan. Dengan bantuan struktur kognitif ini, siswa menyusun pengertiannya mengenai realitasnya. Struktur kognitif senantiasa harus disesuaikan berdasarkan tuntutan lingkungannya. Siswa tidak secara pasif menerima realitas-obyektif yang diterimanya. Siswa berpikir aktif serta  mengambil tanggung jawab atas proses pembelajaran dirinya (Piaget, 1988 : 60).

Piaget juga berpendapat Pengetahuan diperoleh  dari tindakan. Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung pada seberapa aktif anak memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Perkembangan kognitif bukan merupakan akumulasi dari kepingan informasi terpisah, namun lebih merupakan pengkonstruksian oleh siswa untuk memahami lingkungan mereka. Dalam pembelajaran fisika, guru hadir sebagai fasilitator bagi siswa dalam mengkonstruksi pemahaman pengetahuannya. Belajar fisika dapat menjadi daya tarik siswa jika penyajiannya melibatkan siswa secara aktif baik dari mental maupun fisik dan bersifat nyata (kontekstual).
            Siswa diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya. Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran yaitu siswa hendaknya diberi peluang untuk berbicara dan diskusi dengan teman-temannya.

Sebagai contoh , jika diperhatikan dengan seksama konsep-konsep yang ada dalam materi fisika di SLTP sebagiannya akan ditemukan konsep-konsep yang sifatnya abstrak. Agar siswa dapat  memahami materi tersebut dengan lebih bermakna maka diharapkan siswa sudah memiliki penalaran formal. Piaget menyatakan bahwa anak-anak dianggap siap mengembangkan konsep khusus jika memperoleh skemata yang diperlukan. Hal ini berarti anak-anak tidak  dapat belajar (tidak dapat mengembangkan skemata) jika tidak memiliki keterampilan kognitif. Artinya proses belajar mengajar menjadi terhambat bila penalaran formal siswa tidak sesuai dengan yang diperlukan.

            Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan implementasi model konstruktivis dalam pembelajaran fisika. Sadia (1996: 211) melakukan studi dengan menerapkan model belajar konstruktivis dalam pembelajaran konsep energi, usaha dan suhu. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas pengembangan model belajar konstruktivis. Penelitian ini menggunakan konflik kognitif sebagai strategi pengubahan miskonsepsi siswa menuju konsep ilmiah yang berpijak pada teori konstruktivis Piaget dan menggunakan metode diskusi yang berpijak pada teori konstruktivis Vygotsky. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa model belajar konstruktivis memiliki keunggulan komparatif terhadap model belajar konvensional dan tidak adanya efek interaksi yang signifikan antara inteligensi dan model belajar.

  C.     KESIMPULAN
 -

Unknown

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.

1 komentar:

 

Copyright @ 2015